Minggu, 14 September 2014

TUGAS ALJABAR LINEAR








PERIKLANAN (ADVERTISING)



1.1kPengertian Periklanan
A.Pengertian Periklanan
Pengertian tentang iklan dan periklanan dapat kita temui di hampir semua kepustakaan iklan, periklanan dan pemasaran. Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagaian atau seluruh masyarakat. Dari definisi diatas, jelas terlihata adanya empat unsur yang menentukan atau membentuk iklan, yaitu :
1. Pemrakarsa
2. Pesan
3. Media
4. Masyarakat
Penjabaran definisi diatas ternyata sejalan dengan Model Komunikasi SMCR dan Lasswell yang unsur-unsurnya adalah :
Unsur-unsur Komunikasi
Model SMCRE
Model Lasswell
Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
Komunikator
Source
Who
Pemrakarsa yang dikenal
Pesan
Message
Says what
Pesan tentang suatu produk
Media
Channel
Which channel
Disuatu Media
Khalayak
Receiver
To Whom
Ditujukan kepada masyarakat
Efek
Efect
With what effect
Untuk tujuan tertentu
Dengan demikian jelas, bahwa iklan merupakan pula suatu komunikasi. Ia melibatkan produsen sebagai Komunikator, fisik iklan itu sendiri sebagai unsure Pesan, media sebagai Saluran dan khalayak sebagai publik yang ditujunya. Dengan demikian, model komunikasinya menjadi :
Produsen > Iklan > Media > Khalayak > Sasaran
Para praktisi periklanan Indonesia juga menyatakan sepakat bahwa, periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan.
2.Sejarah Periklanan
SEJARAH PERIKLANAN DI INDONESIA
sumber: ceritaadvertising.wordpress.com
Riwayat Iklan: Dari banner hingga portal banner
Darimana sejarah iklan bermula? Iklan adalah fenomena kontemporer abad 20, namun cikal bakal periklanan sesungguhnya sudah ada sejak berabad-abad lalu. Periklanan dalam arti sederhana diawali ketika orang mulai hidup pada kelompok-kelompok kecil dan mencoba mempengaruhi orang lain untuk membeli barang komoditas sehari-hari. Selanjutnya periklanan semakin meluas berkat pengembangan teknologi mesin cetak di Eropa pada tahun 1455 dan gelombang Revolusi Industri pada abad 18 yang mempercepat akses bisnis dan memperluas pasar industri.
Dalam masyarakat modern, iklan diartikan sebagai salah satu bentuk informasi terbaru kepada konsumen mengenai berbagai komoditas dan dorongan-dorongan kebutuhan tertentu yang bertujuan untuk menjaga tingkat produksi (Konig; dalam Schudson, 1986: 196). William F Arens (1999: 7) mendefinisikan iklan sebagai struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang aneka produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Frank Jefkins dalam bukunya Advertising (1997) mengelompokkan ragam iklan menjadi tujuh kategori, yakni (1) iklan konsumen, (2) iklan bisnis ke bisnis atau iklan antarbisnis, (3) iklan perdagangan, (4) iklan eceran, (5) iklan keuangan, (6) iklan langsung, dan (7) iklan lowongan kerja.
Dunia periklanan mengalami perkembangan pesat setelah besinergi dengan teknologi Sepanjang abad 20, periklanan muncul pada lima media utama yaitu; suratkabar, majalah, radio, televisi, dan media outdoor (billboard-sebagian orang menyebutnya reklame). Meski kelima media ini tetap bisa menjangkau jumlah besar orang, namun saat ini lebih banyak pilihan tersedia. Pada tahun 1920-an, radio sebagai wahana iklan semakin menguat dan memunculkan para pengiklan melalui siaran radio. Puncak booming iklan di radio terjadi pada tahun 1926, ketika RCA membeli jaringan radio seperti AT&T, termasuk WEAF di New Jersey dan mendirikan Perusahaan Siaran Nasional. Munculnya radio jaringan menciptakan iklan yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan di seluruh negara bagian secara simultan.
Pada masa Perang Dunia II, televisi muncul sebagai wahana untuk menyampaikan iklan, khususnya setelah pendirian jaringan televisi nasional di Amerika pada tahun 1948. Televisi dengan cepat menjadi media baru yang menyaingi media lain sebagai alat bagi pengiklan dengan skala nasional. Kombinasi dari suara dan pandangan memberi warna bagi para pengiklan untuk menarik minat jutaan penonton televisi dengan cara yang dramatis.
Perkembangan selama satu dekade terakhir yang paling revolusioner adalah iklan lewat teknologi internet dan mobile (mobile adverstising). Salah satu aspek yang paling menarik dari internet dan mobile adalah kemampuan interaktifnya. Iklan interaktif memungkinkan respon langsung dari pelanggan terhadap iklan yang disampaikan. Fenomena ini melahirkan integrated marketing communication (IMC) yang mendukung penggunaan semua saluran komunikasi kepada pengiklan. Dengan kata lain, IMC merupakan praktik dari integrasi semua alat komunikasi.
Periklanan di Indonesia: dari Masa ke Masa
Menurut Bondan Winarno dalam buku ”Rumah Iklan”, sejarah periklanan di Indonesia lahir seiring sejarah kelahiran suratkabar. Koran pertama milik Belanda Bataviaasche Nouvelles, saat terbit sebagian besar isinya adalah iklan tentang perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi pemerintah Hindia Belanda. Iklan suratkabar waktu itu umumnya menampilkan produk-produk yang dikonsumsi masyarakat kelas atas. Sebuah toko P&D (provisien en drunken = kebutuhan makan dan minum) misalnya, mengumumkan lewat suratkabar tentang kedatangan kapal dari Negeri Belanda yang membawa mentega dan keju stok baru. Cerutu dan bir juga merupakan komoditas impor pada masa itu, dan sering diiklankan di suratkabar (Winarno, 2008: 10).
Pada masa itu perusahaan periklanan terbesar adalah Aneta. Aneta bahkan sempat mendatangkan tiga orang tenaga spesialis periklanan dari Belanda. Mereka adalah F. Van Bemmel, Is van Mens, dan Cor van Deutekom yang didatangakan atas sponsor BPM (Bataafsche Petroleum Maatsschappij), perusahaan minyak terbesar saat itu dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka (Winarno, 2008: 10).
Menurut Winarno (2008: 11-12), etnis Tionghoa yang terlibat dalam bisnis media cetak di Indonesia juga mengembangkan bidang periklanan. Yap Goan Ho misalnya, seorang yang bertahun-tahun bekerja sebagai copywriter di perusahaan periklanan dan suratkabar De Locomotief (Semarang), akhirnya mendirikan perusahaan sendiri di Jakarta. Perusahaaannya dikontrak secara khusus oleh suratkabar berbahasa Melayu, Sinar Terang, dengan tujuan untuk mendatangkan iklan bagi suratkabar. Orang-orang pribumi juga turut mewarnai perkembangan industri periklanan di tanah air, seperti R.M Tirto Adisoerjo (Medan Prijaji), Tjokroaminoto (Sinar Djawa), M. Sostrosijoto (Medan Moeslimin), Abdoel Moeis (Neratja), Hendromartono (Mardi Hoetomo), S. Soemodihardjo (Economic Blad), dan lain-lain.
Setelah merdeka, dasawarsa tahun 1970-an merupakan kebangkitan periklanan modern Indonesia setelah sekian lama ditelan oleh gejolak politik yang melumpuhkan berbagai sektor ekonomi. Pada masa itu perusahaan-perusahaan multinasional masuk Indonesia memanfaatkan kebijakan baru di bidang Penanaman Modal Asing. Maraknya produk-produk yang diluncurkan ke pasar oleh industri bermodal asing ini membuka peluang bagi dunia periklanan untuk beroperasi. Demikian juga media-media untuk beriklan semakin marak.
InterVista adalah salah satu perusahaan periklanan yang cukup berperan penting dalam sejarah periklanan Indonesia. Pendirinya, Wicaksono Nuradi, dianggap sebagai perintis periklanan di tanah air. Ia mendirikan InterVista pada tahun 1963. Selain InterVista, Matari yang didirikan oleh Ken Sudarto pada tahun 1971 dan masih sukses hingga saat ini juga merupakan legenda biro iklan lokal yang lahir bertepatan dengan booming di sektor periklanan tahun 70-an dan mengilhami berdirinya perusahaan periklanan lainnya, baik yang murni lokal, maupun yang berbentuk perusahaan multinasional.
Dari sisi teknologi, dasawarsa 1970-an, merupakan periode transisi dari teknologi cetak tinggi (press printing) menjadi teknologi cetak offset. Dengan sistem cetak tinggi yang memakai media timah, materi iklan cetak juga berbentuk plat timah yang ditempelkan pada sebidang papan kayu. Di masa itu, plat ini dikenal dengan nama “klise”. Saat era transisi antara teknologi cetak dengan offset, sempat muncul pula teknologi pengganti media timah dengan palstik nilon. Teknologi ini disebut nyloprint. Tetapi demam offset agaknya membuat nyloprint tidak bertahan lama (Winarno, 2008: 42). Kemunculan teknologi offset mengubah cara penyiapan materi iklan, tetapi cara pembuatan artwork masih tetap asma, sampai era komputer menggantikannya pada akhir tahun 1980-an. Hadirnya komputer dengan segala kecanggihan dan kemudahan membuat dunia periklanan semakin berkembang karena mampu bersinergi dengan teknologi.
Pada dasawarsa 1970-an, sangat terasa kemitraan yang sangat kental antara perusahaan periklanan dan media cetak. Bagi suratkabar, iklan adalah ujung tombak bagi kelangsungan hidup. Keterlibatan surat kabar sebagai agen publikasi sangat terkait dengan kebutuhan riil berupa pendapatan (income) untuk menutup biaya produksi. Salah satu indikator ini adalah kenyataan bahwa 60–70% pendapatan media diorientasikan berasal dari iklan (Rahayu, 2001: 78). Orientasi ini disebabkan jumlah pendapatan iklan jumlahnya jauh lebih besar bila dibandingkan hasil penjualan oplah surat kabar. Pendapatan iklan yang besar otomatis akan membantu menutup biaya produksi dan menyebabkan harga berlangganan menjadi lebih murah (Yusuf, 2001: 145)
Sebelumnya iklan di televisi (dalam hal ini TVRI) sempat menjadi primadona selain suratkabar, namun dengan kematian iklan televisi pada tahun 1981 yang ditandai dengan penghentian ”Manasuka Siaran Niaga” , giliran radio menuai hasilnya. Tahun 1981-1988 adalah zaman keemasan radio swasta memperoleh iklan sampai akhirnya pada tahun 1988 RCTI membuka ruang bagi kelahiran televisi swasta lain yang sangat berpengaruh pada peta periklanan di Indonesia.
Kurang lebih sepuluh tahun kemudian, berbarengan dengan berbagai krisis yang terjadi di tanah air, terjadi deregulasi pada dunia pertelevisian dengan munculnya SK Menpen No. 286/1999 dan Izin Frekuensi dari Direktorat jenderal Pos dan Telekomunikasi. Dari kebijakan ini, televisi swasta terus bermunculan disusul berdirinya televisi-televisi daerah. Meski televisi daerah belum mamapu memperoleh banyak pengiklan, namun televisi-televisi besar (yang waktu itu disebut televisi swasta nasional) benar-benar mengeruk kue iklan dalam jumlah yang sangat besar dibanding media lain.
Selain itu, pada tahun 1994, masyarakat juga mulai mengenal media televisi kabel dengan diawalinya layanan Indovision. Indovision menyewa frekuensi di C-band untuk transponder dan sistem broadcasting dari satelit PALAPA C-2. Kemudian, Indovision meluncurkan sendiri satelit INDOSTAR-1 yang kemudian berganti nama menjadi CAKRAWARTA-1. Satelit inilah yang membuat kemampuan migrasi dari sistem analog ke sistem digital. Dalam perkemangan berikutnya, Indovisian sebagai penyedia layanan televisi kabel mendapat pesaing, yaitu Kabelvision (1999) dan Astro (2006).
Periklanan Indonesia di dunia Cyber: Kasus Portal Detik.Com
Maraknya Internet Sebagai media baru yang marak pada tahun 1998 juga memberi warna baru bagi periklanan di Indoensia. Di Indonesia, fenomena iklan di internet dapat dijelaskan dari sejarah iklan di Detik.com. Menurut Yusuf dan Supriyanto (Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107), situs Detik.com sejak awal berdirinya tahun 1998 dirancang untuk diakses secara gratis oleh pembaca. Oleh karena itu, sejak kemunculan pertamanya, para pengelola memikirkan bagaimana agar newsonline ini mendapat dukungan iklan. Untungnya, meski belum ada kepastian berapa orang yang akan mengakses, rupanya perusahaan distributor prosesor merek Intel Pentium bersedia mempertaruhkan dananya untuk memasang banner di Detik.com. Dengan demikian, sejak pertama kali muncul, detikcom sesungguhnya sudah mendapat dukungan dana dari pemasang banner iklan (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107).
Seiring dengan meningkatnya jumlah pengakses Detik.com, maka kalangan industri internet dan komputer menjadi pelanggan utama pemasang banner. Memasuki tahun ketiga, pangsa iklan Detik.com melebar ke lingkungan bisnis perbankan dan jasa keuangan yang mulai menerapakan teknologi internet dan mobile untuk pengembangan pasarnya. Selanjutnya memasuki tahun kelima, industri otomotif dan produk kesehatan mulai ambil bagian, dan memasuki usia ketujuah banyak intitusi pemerintah yang memasang beragam pengumuman di Detik.com.
Sampai saat ini, harga pemasangan banner di Detik.com masaih dihitung secara flat, minimal per dua pekan, maksimal per tahun. Namun memasuki tahun 2007, harga banner akan dihitung berdasarkan jumlah page views atau jumlah klik atas banner yang terpasang. Dengan harga per views atau per klik tertentu, maka pemasanga iklan dapat menetapkan terget tersendiri berapa pengakses yang diinginkan untuk melihat atau mengkilik banner yang dipasangannya. Model pembayaran banner seperti ini juga dimaksudkan untuk mengurangi jumlah banner di halaman depan yang kian padat, padahal mulai tahun kelima para pengakses Detik.com sudah banyak yang menghindari halaman depan, tapi langsung ke halaman kanal untuk mengakses berita tertentu yang diinginkannya (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107).
Seiring dengan perkembangan teknologi mobile, Detik.com juga memasarkan produknya untuk dijajarkan lewat telepon seluler. Memasuki tahun 2001, Detik.com mulai memasarkan foto dan teks berita singkat lewat teknologi MMS dan SMS. Namun pemasaran foto, baik foto peristiwa maupun profil tokoh, ternyata tidak menarik minat masyarakat sehingga segera dihentikan. Sedangkan penjualan berita singkat via SMS terus berlanjut sampai sekarang baik dengan sistem langganan (push) maupun ketengan (pull). Selanjutnya, dengan munculnya teknologi GPRS di mobile, maka teks lengkap berita Detik.com bisa diakses lewat telepon seluler.
Menanggapi kritik pengakses atas banyaknya banner yang tampil di situs Detik.com, tahun 2004 dibangunlah DetikPortal.com yang merupakan layanan berbayar. Dengan demikian, bagi pengakses yang tidak mau terganggu dengan banyaknya banner di Detik.com bisa berlangganan DetikPortal untuk mengikuti berita-berita yang dimuat Detik.com. Dari sisi konten, pelanggan DetikPortal juga mendapatkan nilai tambah, karena situs ini menyediakan konten tambahan berupa berita-berita daerah yang ada di puluhan media lokal, juga beberapa konten khusus yang ada diterbitkan koran atau majalah khusus. Inilah praktik sindikasi yang dikerjakan Detikcom selain menjual konten ke media/perusahaan lain. Selain dapat mengakses DetikPortal lewat internet, para pelanggan DetikPortal juga bisa mengakses Detik.com lewat telepon seluler yang mempunyai fasilitas GPRS. Ini merupakan praktik sederhana konvergensi, di mana konten Detik.com bisa diakses lewat internet dan mobile. Ke depan praktik konvergensi media akan menjadi keharusan dunia media karena mempermudah pelanggan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan (dari sekian banyak informasi yang tersedia) lewat beragam jenis media (cetak, radio, televisi, internet, dan mobile) yang mereka pilih sesuai situasi dan kondisi (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107).
[1] Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta dan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) Yogyakarta.
3. Tujuan dan fungsi Periklanan
Pada dasarnya tujuan akhir periklanan adalah untuk merangsanga atau mendorong terjadinya penjualan (sales). Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan pengenalan merek / produk / perusahaan
Melalui periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupuin perusahaan pasar.
2. Memposisikan
Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dengan produk pesaing.
3. Mendorong prospek untuk mencoba
Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merk yang ditawarkan.
4. Mendukung terjadinya penjualan
Dengan beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
5. Membina loyalitas
Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
6. Mengumumkan cara baru pemanfaatan
Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat dapat diketahui khalayak melalui iklan
7. Meningkatkan citra
Dengan iklan akan meningkatkan citra produk, merk maupun perusahaan.
    Fungsi danTujuan Periklanan
1. Sumber Informasi
Dengan iklan, dapat membantu masyarakat unruk memilih altenatif produk yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada yang lainnya, baik tentang produknya, distribusi atau tempat pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
2. Kegiatan Ekonomi
Periklanan mendorong pertumbuhan perekonomian karena produsen didorong utnuk tetap memproduksi dan memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
3. Pembagi Beban Biaya
Periklanan membantu tercipatanya skala ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit atas produk tersebut, dan pada akhirnya memurahkan harga jualnya kepada masyarakat.
4. Sumber Dana Media
Periklanan merupakan salah satu sumber dana media yang menunjang media untuk tetap eksis. Munculnya banyak media membuat persaingan semakin ketat.
5. Identitas produsen
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang dalam iklannya memnonjolkan perusahaanya
6. Sarana Kontrol
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.



Akan tetapi, selain berperan positif, berbagai pandangan negative tentang iklan bermunculan, diantaranya adalah :
1. Iklan dianggap merusak tata bahasa yang berlaku
2. Iklan dianggap dapat mendorong orang menjadi matrealistis
3. Iklan dianggap dapat mendorong orang membeli barang yang tidak diinginkan
4. Iklan dianggap terlalu berlebihan
5. Iklan dianggap menciptakan suatu stereotip


D.Periklanan dan Unsur Promosi
Perikalanan (advertising) adalah salah satu bentuk komunikasi massa yang bersifat komersil dan non personal dengan tujuan untuk menimbulkan kegiatan tertentu yang akan memeberi keuntungan bagi pemasangnya yang berupa peningkatan image atau penjualan suatu produk. Ada beberapa cirri yang digunakan dalam periklanan yaitu :
a. Mengkomunikasikan tema
Periklanan mengkomunikasikan pesan penjualan tentang sutu produk dengan suatu tema teertentu pada khalayak
b. Bersifat jangka panjang
Periklanan memiliki dampak yang tidak langsung dan dilakukan dalam konteks upaya promosi
c. Membangun citra
Periklanan ditujukan untuk membentuk citra baik terhadap manfaat suatu produk yang ditawarkan
d. Membedakan diri
Setiap iklan pasti berusaha menunjukan identitas produk dan produsennya secara tegas, sehbingga terlihat perbedaan da keunggulannya dibandungkan dengan produk pesaing
e. Memberi nilai
Iklan memberi nilai “anggapan” terhadap produk atau jasa yang ditawarkan sehingga akan muncul persepsi teretentu dalam diri konsumen terhadap produk tersebut.


E. Komponen-komponen Perencanaan Periklanan
Perencanaan periklanan harus sejalan dengan perencanaan marketing (marketing Planning) :
1. Tujuan Periklanan
a) Harus sejalan dengan tujuan pemasaran atau dengan kata lain tujuan periklanan hanya bisa ditetapkan jika tujuan pemasaran suatu produk telah ditransformasikan kedalam tujuan promosi.
b) Dalam tujuan periklanan harus menjabarkan berapa % tingkat awareness (sadar kenal/ tanggapan) yang diharapkan terhadap target audience
c) Dalam tujuan promosi biasanya dinyatakan berapa banyak orang yang diharapkan tahu tentang promosi yang disampaikan dan pada tingkatan yang bagaimana.
d) Selanjutnya ditetapkan berapa banyak yang harus menjadi tanggung jawab periklanan dan berapa banyak dari unsure-unsure promosi lainnya.
e) Bila senadainya aktivitas unsure-unsure promosi lainnya dianggap tidak diperlukan dengan sendirinya target audience tersebut harus menjadi tanggung jawab sepenuhnya periklanan
f) Langkah berikutnya adalah menentukan tingkat tanggapan yang bagaimana yang diharapkan sehingga khalayak sasaran bersedia membeli produk yang diiklankan.
2. Strategi Periklanan
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi :
a. Siapa khalayak sasaran perikalanan
b. Bagaimana membuat khalayak sasaran periklanan tersebut tahu tentang iklan produk kita sehingga tercapai yang dinyatakan oleh tujuan periklanan.
3. Program
Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi peiklanan yang dikaitkan dengan unsure waktu
4. Anggaran
Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan untuk kegiatan-kegiatan periklanan
Ø   SYARAT IKLAN YANG BAIK
1. Iklan yang Baik Menurut Teori AIDCA
Terdapat beberapa pendapat mengenai iklan yang bagus. Menurut Kasali (1995: 83:86) iklan yang bagus paling tidak memenuhi kriteria rumus yang disebut AIDCA. Rumus itu merupakan singkatan dari dari elemen-elemen:
1. Attention (perhatian)
2. Interest (minat)
3. Desire (kebutuhan)
4. Conviction (keinginan)
5. Action (tindakan)
Dalam elemen Attention, iklan harus mampu menarik perhatian khalayak sasaran. Untuk itu, iklan membutuhkan bantuan ukuran, penggunaan warna, tata letak, atau suara-suara khusus.
Untuk elemen Interest, iklan berurusan dengan bagaimana konsumen berminat dan memiliki keinginan lebih jauh. Dalam hal ini konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton pesan-pesan yang disampaikan. Selain itu, iklan juga harus memiliki komponen Desire, yaitu mampu menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk tersebut.
Setelah itu, iklan juga harus mempunyai elemen Conviction, yang artinya iklan harus mampu menciptakan kebutuhan calon pembeli. Konsumen mulai goyah dan emosinya mulai tersentuh untuk membeli produk tersebut. Akhirnya, elemen Action berusaha membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan suatu tindakan pembelian. Dalam hal ini dapat digunakan kata beli, ambil, hubungi, rasakan, bunakan, dan lain-lain.
Namun demikian, dalam era yang serba over comunication iklan ini, penulis iklan harus cukup hati-hati. Banyak kalangan yang merasa alergi melihat iklan. Salah satu di antaranya karena iklan tersebut membosankan atau terlalu terkesan memaksa, seperti iklan berikut.
Disisi lain kita juga perlu memperhatikan rencana strategi pemasaran secara umum. Tentu saja target iklan untuk produk baru, akan sangat berbeda dengan iklan untuk produk yang sudah lama melekat dalam benak konsumen.
Begitu juga golongan target audience atau calon konsumen dan ciri fungsi produk dari iklan -- mempengaruhi pemakaian kata-kata yang akan dipakai. Bahasa yang dipakai untuk iklan yang target audience-nya anak-anak tentu berbeda dengan iklan yang target audience-nya orang dewasa laki-laki .Bahasa yang dipakai untuk iklan rokok tentu berbeda dengan iklan yang dipakai untuk iklan obat masuk angin. Untuk iklan obat masuk angin copywriter dapat menggunakan kata "segeralah minum obat X", namun untuk iklan rokok kata-kata itu tidak dapat digunakan. Di sini yang membedakan adalah ciri fungsi iklan. Obat masuk angin dipakai langsung untuk mengobati penyakit yang sering diidap oleh masyarakat. Sementara rokok digunakan konsumen untuk kenikmatan dan gaya hidup.
Oleh karena itu, rumus AIDCA sebagai syarat untuk iklan yang baik, tidak begitu relevan untuk saat ini. Hakim (2006: 49-63), menawarkan rumus iklan baik yang disebut dengan SUPER "A".


2. Iklan Baik: SUPER "A"
Rumus iklan SUPER "A" selain sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini yang over comunication, juga memperhatikan rencana strategi pemasaran, golongan konsumen, serta ciri fungsi produk. Rumus SUPER "A" merupakan singkatan dari elemen-elemen berikut ini.
a. Simple (S)
Simple artinya sederhana. Untuk brand baru kesederhanaaan ini dipahami sebagai "dapat dimengerti sekali lihat". Contohnya Iklan Kit Kat dengan slogannya "ada break ada Kit Kat." Slogan ini dengan mudah masuk dalam ingatan kita bahwa Kit Kat adalah makanan ringan untuk waktu istirahat.
b. Unexpected (U)
Unexpected artinya tidak terduga. Di tengah derasnya arus iklan yang kita lihat setiap harinya, iklan yang baik adalah iklan yang idenya tidak terduga, di luar bayangan kita sehingga kita berdecak kagum. Iklan seperti ini akan selalu diingat dan menjadi the top of mind, paling tidak dalam segmentnya.
c. Persuasive (P)
Persuafif disebut juga dengan daya bujuk, yang berarti mempunyai kemampuan menyihir orang untuk melakukan sesuatu. Iklan yang berpersuasif mampu menggerakkan konsumen untuk mendekatkan diri dengan brand dan tertarik untuk mencobanya.
Jangan lupa, daya persuasif sebuah iklan harus diarahkan pada brand. Sasarannya adalah konsumen tertarik kepada brand dari sebuah produk. Jangan sampai yang menjadi top of the Mind konsumen adalah iklan, bukan brand itu sendiri.
Jadi, benarlah adanya bahwa brand adalah hero (Hakim: 2006:57), brand adalah panglima (Dewi, 662005).
d. Entertaining (E)
Pernahkah Anda merasa kesal menonton iklan? Ataukah Anda merasa seperti dibodohi, dipaksa, dan merasa waktu Anda sia-sia untuk melihat iklan? Atau sebaliknya, Anda merasa terhibur ketika melihat sebuah iklan, berdecak melihatnya, dan ingin melihat lagi gambar atau tayangan iklan tersebut?
Dalam era yang sudah over comunication dan juga over iklan ini, pembuat iklan harus kreatif. Jangan sampai pesan yang kita sampaikan dalam iklan, menjadi tidak tersampaikan karena konsumen merasa kesal melihat iklan yang ditayangkan. Lebih lagi, jika kita menginginkan iklan yang kita buat teringat di benak konsumen.
Iklan yang standar mungkin tidak mengesalkan hati konsumen, namun iklan itu juga tidak akan tertanam dalam benak konsumen. Sebaliknya, iklan yang baik akan tertanam di benak konsumen. Iklan -iklan tersebut mengandung unsur hiburan.
Iklan yang mempunyai sifat menghibur mampu memainkan emosi konsumen untuk tertawa, menyanyi, menari, menangis, atau terharu. Iklan seperti itu mampu mengangkat simpati konsumen terhadap brand yang diiklankan.
e. Relevevant (R)
Dalam beriklan, kita dituntut untuk kreatif. Penyampaian iklan tidak harus lugas menunjukkan persuafif agar konsumen segera menggunakan iklan yang kita tawarkan. Iklan yang baik harus memnggunakan berbagai gaya berbahasa: asosiasi, analogi, hiperbola, metafora, dan lain-lain. Atau dengan kata lain, iklan bolehlah melantur kemana-mana, dengan syarat harus relevan. Iklan yang baik harus dapat dipertanggungjawabkan, harus tetap dapat dirasionalisasi, harus ada hubungan dengan brand dari produk yang kita iklankan.Iklan harus relevan dgn brand, baik brand positioning, maupun brand personality. Eksekusi (produksi) dari iklan harus diperuntukkan untuk brand. Sekali lagi brand adalah hero, brand adalah panglima. Dan, iklan harus relevan dengan brand.
f. Acceptable (A)
Unsur acceptable atau penerimaan sangat berkaitan dengan budaya yang berlaku di masyarakat. Membandingkan secara langsung produk kompetitor dengan produk yang kita iklankan, dirasa tidak dapat di terima oleh masyarakat. Begitu juga dengan iklan yang menampilkan kekerasan.
Iklan yang baik, adalah iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan nilai budaya setempat. Kode Etik Periklanan dan Undang-undang tentang perlindungan konsumen merupakan kesepakatan yang memcerminkan kepentingan masyarakat. Janganlah iklan melanggarnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa bagian dari kesepakatan itu yang bersifat grey area, sehingga susah dijadikan pegangan. Untuk itu, berpeganglah pada hati nurani. Kita dianugerahi Tuhan sebuah hati nurani yang mampu menuntun kita untuk menilai apakah iklan yang kita buat, sesuai atau tidak dengan nilai-nilai budaya di masysrakat.
Tentu kita tetap menginginkan iklan yang kita buat menjadi the top of the Mind , sekaligus menjadi pendongkrak penjualan. Untuk itu, iklan yang baik haruslah dapat diterima oleh masyarakat